Obor Edisi 7.1


MUTASI NGAWUR ALA PEMKAB HALUT

        TOBELO (O’HARA) Mutasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) idealnya untuk membuat penyegaran dalam tugas tugas kepegawaian. Ini sejalan dengan amanat Pemerintah pusat melalui sejumlah edaran dari Kementerian Pendayagunaan aparatur Negara dan Birokrasi Reformasi RI.
        Tapi sayang sekali, nampaknya hal itu tidak berlaku di Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara.
        Mutasi PNS secara massal yang dilakukan oleh Bupati Ir Hein Namotemo pasca kekalahannya dalam Pemilihan Gubernur Maluku utara 2013 lalu, ternyata menimbulkan tanda Tanya besar di kalangan PNS dan keluarganya yang dimutasi.
        Ini bisa dilihat dengan sejumlah nama yang mengalami mutasi tersebut. Data yang diperoleh O’HARA menunjukan bahwa telah 35 SK mutasi yang dikeluarkan oleh Bupati Halut ini terhitung sejak Agustus – 31 desember 2013 seluruhnya adalah PNS yang menolak keras ikut melibatkan diri dalam sebuah kelompok sempalan dan illegal yang coba didirikan dalam tubuh GMIH.
        Sejumlah nama PNS Halut yang dimutasi diantaranya  Isteri Ketua Sinode GMIH, isteri Kepala Biro Infokom GMIH, Saudara dari Sekretaris Biro personalia GMIH, isteri wakil ketua 2 BPHS GMIH, isteri dari Korwil Galela, isteri dari sekretaris Kaum bapak Sinode, isteri dari Korwil Tobelo selatan, suami dari korwil Kao utara, suami dari ketua jemaat Bethesda Daru, Sekretaris BPHJ Kao, wakil ketua BPHJ Kao, Saudara dari anggota Biro hukum GMIH, serta masih banyak lagi.
        Dari sejumlah nama tersebut, ternyata mereka adalah warga GMIH yang menolak keras untuk bergabung dengan kelompok SSI.
        Sebenarnya persoalan tidak sesederhana itu, karena yang sesungguhnya membuat mutasi massal ini menjadi “ngawur” adalah karena ditemukan sejumlah kejanggalan dari SK tersebut.
        Abraham Nikijuluw SH staf Biro Hukum GMIH menemukan adanya kejanggalan itu. Ia menilai bahwa kejanggalan dalam SK tersebut sangat fatal bukan saja dari sisi admistrasi tapi juga dari segi esensinya.
        Ia member contoh. Dari 10 PNS yang dinonjobkan yang datanya masuk ke Biro Hukum GMIH, ternyata semuanya tidak melalui mekanisme PP 53.
        “Penurunan jabatan itu khan masuk dalam kategori Hukuman disiplin berat. Tapi nyatanya berdasarkan aturan PP 53 seorang PNS yang diberi hukuman disiplin berat itu harus melalui sejumlah proses seperti teguran lisan atau tertulis dari atasannya. Tapi nyatanya para PNS ini tidak pernah diberikan teguran seperti itu” katanya.
        Abraham juga menemukan sejumlah kesalahan fatal dalam SK Bupati tersebut. Ia mencontohkan, ada dua buah SK mutasi untuk 2 orang PNS tapi anehnya Nomor SK Bupati tersebut sama. Ia menunjukan SK atas nama Agustina Anthonia Wenno yang dimutasikan ke SMPN 10 Loloda dan SK Ferry Sariwating yang dimutasikan ke SMPN 6 Satu atap Galela. Kedua SK Bupati ini dengan nomor yang sama yaitu Nomor 824.4/168/BKD.PP/KEP/PD/2013 tertanggal 13 Nopember 2013.
        Sejumlah kejanggalan dan “kengawuran” lain diantaranya : SK Mutasi Efroni Tos Hendrik, pangkat terahirnya adalah III a tapi SK mutasinya memuat yang bersangkutan berpangkat IIc. Hal yang sama juga terjadi pada Wilsemina Ayawaila dan Nofeana Huragana. Wilsemina pangkat terahir adalah IIId tapi SK mutasi tertulis yang bersangkutan pangkatnya IIIa sedang Nofeana pangkat terahir adalah IId tapi dalam SK mutasi tertulis pangkatnya IIc.
        Melyana Mhundingan, jabatan lama adalah Kabid Badan pemberdayaan perempuan kemudian dinonjobkan sebagai staf Badan Lingkungan Hidup pada tanggal 26 April 2013.  Tapi aneh bin ajaib, pada bulan Nopember 2013, PNS ini mendapat penghargaan dari Presiden RI dalam kapasitasnya sebagai Kabid di Badan pemberdayaan perempuan (Jabatan lama). Pertanyaannya, berarti Pemerintah pusat tidak tahu kalau yang bersangkutan sudah dimutasikan sebagai staf BLH ataukah SK mutasi tersebut tidak ditembuskan ke pusat ?
        Keanehan lain muncul lagi. Efraim Oni hendrik, dimutasikan dari SMP Pediwang ke SMPN 1 Loloda utara. Setelah PNS yang bersangkutan pergi melapor ke Loloda utara, ternyata sekolah tersebut tidak ditemukan sama sekali.
        Abraham Nikijuluw SH juga sangat prihatin dengan sejumlah kejanggalan lain, “Coba anda banyangkan. Ada tiga guru agama Kristen yang dimutasikan ke sekolah yang tidak ada muridnya beragama Kristen. Ada motivasi apa dari Bupati dibalik semua ini ?” Tanya pria pemberani ini.
       Abraham Nikijuluw juga memaparkan bahwa sejumlah nama yang tertulis dalam SK tersebut penulisan namanya tidak sesuai dengan SK pengangkatan PNS. Ia menyayangkan akan hal tersebut sebab bagaimanapun juga SK Bupati itu adalah dokumen Negara, kenapa harus dibuat dalam keadaan yang seperti itu. “Keabsahannya sangat diragukan jika salah ketik nama”.
        Bersama  anggota Biro Hukum GMIH, mereka sudah mengkaji dasar mutasi dari pemkab Halut kepada 35 guru PNS ini. Kesimpulannya, dasar mutasi karena Pemkab ingin pemerataan Guru di sejumlah sekolah di Halut sangat tidak masuk akal.
        Menurut Biro Hukum GMIH, jika tujuan mutasi Guru PNS karena Pemkab ingin pemerataan maka Bupati harus menarik juga sejumlah Guru yang saat ini dikaryakan ke jabatan structural dalam SKPD Halut. “Jangan bicara pemerataan dan jangan bicara kekurangan guru. Justeru kami mempertanyakan kenapa ada sejumlah guru diangkat jadi Camat atau Kepala seksi dan kepala bidang di sejumlah SKPD di Halut ini ? Bupati harus menarik mereka semua itu untuk kembali menjadi guru” ujar Pria sapaan akrab Bram ini.
        Mengenai langkah langkah yang dilakukan oleh Biro Hukum GMIH dalam mengantisipasi para PNS ini menjadi korban, Abraham lebih lanjut memaparkan bahwa mereka telah mengutus Egbert Hoata untuk melaporkan masalah ini langsung ke Mendagri, Mendiknas, Pengurus Pusat KORPRI dan pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).
        “Pak Egbert sudah kembali dari Jakarta dan kita dapat dukungan besar dari Pusat.” Ujarnya seraya memperlihatkan surat dari PB PGRI kepada Bupati Halut.
        Mengenai langkah hukum, ia mengatakan bahwa ke 35 PNS ini sudah berkomitmen untuk menggugat SK Bupati tersebut lewat jalur PTUN Ambon. Direncanakan pada pertengahan Februari ini gugatannya sudah dimasukan “Khan surat pernyataan keberatan PNS yang dimutasi itu sudah disampaikan ke Bupati, kami tinggal masukan gugatan saja”.
        Terhadap adanya ancaman intimidasi kepada PNS yang akan melakukan gugatan PTUN tersebut, Abraham tidak terlalu menghiraukannya.
        “Saya secara pribadi bisa lihat, kalau dulu PNS Halut begitu ketakutan jika Bupati menyampaikan sebuah perintah. Mereka suka atau tidaak suka akan tetap melaksanakannya. Tapi kalau sekarang ini situasi sudah berubah. Mungkin karena teman teman PNS ini beranggapan bahwa masa kepemimpinan Bupati sudah tinggal hitungan bulan saja, maka mereka berani melawan jika ada kebijakan Bupati yang dinilai bertentangan dengan aturan kepegawaian. Malah sebagian besar PNS ini berprinsip, kalau Bupati sudah berganti tahun depan, maka karier mereka akan lebih cemerlang lagi”.
        Abraham memberikan bukti “Coba anda lihat, tawaran Bupati supaya para PNS ini datang kepadanya meminta maaf karena tidak ikut SSI, tidak direspon sama sekali oleh para PNS tersebut. Yang datang minta maaf itu khan hanya satu dua orang suami pendeta pengecut, yang hanya memikirkan perutnya. Tapi PNS yang lain tetap bersikukuh bahwa tindakan mereka setia pada GMIH hasil Sidang Sinode Dorume adalah langkah tepat dan direstui Tuhan”.
        O’HARA juga sempat mendengar ungkapan dari sejumlah PNS yang dimutasi tersebut saat bertandang ke kantor Redaksi awal februari lalu. “Mati kalu mati, kami tidak akan pernah pergi minta maaf. Bagi kami tidak ikut kelompok SSI itu adalah jalan yang dikehendaki Tuhan Yesus. Toh, Bupati sekarang pe masa hanya tinggal hitung bulan saja” (Tgy)